Terdapat beberapa pendapat asal usul nama Brebes. Pertama mencoba menghubungkannya dengan keadaan alamiah daerah Brebes yang pada awal mulanya konon mempunyai banyak air dan sering tergenang air, bahkan ada kemungkinan masih berupa rawa-rawa. Mengingat banyak air yang merembes,
Yang kemudian munculah nama Brebes, yang selanjutnya mengalami "verbastering" (perubahan) menjadi Brebes.
Pendapat kedua mencoba mengaitkannya dengan perihal masuknya agama Islam pada awalya ke Brebes,
yang sekalipun dihalang-halangi namun ternyata masih juga merembes,
yang dalam bahasa daerah disebut "berbes". Oleh karenanya muncullah
kemudian nama Berbes, yang selanjutnya berubah menjadi Brebes. Pendapat yang ketiga mencoba menerangkan asal usul nama Brebes dari kata-kata "bara" dan "basah".
"Bara"
artinya hamparan tanah datar yang luas, sedang "basah" berarti banyak
mengandung air. Kedua-duanya cocok dengan keadaan daerah Brebes, yang kecuali merupakan air. Kedua-duanya cocok dengan keadaan daerah Brebes
yang kacuali merupakan dataran luas, juga mengandung banyak air, karena
perkataan "bara" diucapkan "bere", sedang "basah" diucapkan "beseh",
pada akhirnya lahirlah perkataan "Bere basah", yang untuk mudahnya
kemudian telah berubah menjadi Brebes.
Ada juga terdapat cerita yang
berkaitan denga kata yang akhirnya menjadi kota Brebes yaitu:
diantaranya Salem-Bantarkawung terdapat gunung bernama "Baribis" dari
gunung Baribis tersebut mengalir sungai "Baribis" yang mengalir melalui
dataran bagian utara bermuara di laut Jawa dan setelah bergabung dengan
aliran sungai-sungai yang alin merupakan sungai besar dipantai utara
Jawa. Sungai Baribis ini, pada jaman dulu dianggap sebagai sungai yang
bertuah = angker (Jawa) dan konon sungai tersebut juga banyak buayanya.
Orang-orang tua pada saat itu banyak yang melarang anak cucunya untuk
datang, menyeberangi, mandi dan sebagainya disungai tersebut. Terlebih
dalam saat berperang orang tua selalu memberikan peringatan-peringatan
yang melarang melangkahi/menyeberangi sungai tersebut. Untuk meyakinkan
hal ini, mka terungkaplah sebuah legenda tentang perang Arya Bangah
dengan Ciyung Wanara. Akibat menyeberangi sungai Baribis tersebut, Arya
Bangah mengalami kekalahan.
Dari kepercayaan akan hal
tersebut maka sungai Baribis itu dijadikan peringatan atau pepenget atau
pepeling = pepali = larangan agar jangan sampai pada saat berperang
melangkahi = menyeberangi sungai tersebut.
Karena sungai Baribis menjadi larangan dari kaum tua, maka sungai Baribis dikenal sebagai larangan, atau sungai pepali atau pemali, yang berarti pepalan atau larangan.
Jadi dahulu menurut tutur beberapa orang tua di daerah Brebes selatan sungai Pemali itu semula bernama sungai Baribis yang bermata air dari gunung Baribis. Kemungkinan itu sebabnya, daerah ini disebut daerah Baribis, yaitu daerah aliran sungai Baribis dan dari kata Baribis ini menjadi Brebes.
Karena sungai Baribis menjadi larangan dari kaum tua, maka sungai Baribis dikenal sebagai larangan, atau sungai pepali atau pemali, yang berarti pepalan atau larangan.
Jadi dahulu menurut tutur beberapa orang tua di daerah Brebes selatan sungai Pemali itu semula bernama sungai Baribis yang bermata air dari gunung Baribis. Kemungkinan itu sebabnya, daerah ini disebut daerah Baribis, yaitu daerah aliran sungai Baribis dan dari kata Baribis ini menjadi Brebes.
Kalau kita perhatikan dengan
seksama, nama-nama tempat si pulau Jawa ternyata merupakancermin dari
keadaan alam disekitar masyarakat yang mendiami tempat-tempat itu dan
cara berpikir mereka. Nama-nama itu bisa kita bedakan dalam dua golongan
besar. Yang pertama, yang secara spontan telah lahir dari masyarakat di
kota-kota itu sendiri, sedang yang kedua, yang dengan sengaja telah
diberikan atau diperintahkan oleh suatu penguasa untuk dipakai, misalnya
nama Surakarta Adiningrat, yang mula-mula telah dipergunakan oleh
Sultan Pakubuwana II pada tahun 1745 untuk menyebut nama-nama tempat
yang: 1. Berasal dari nama-nama tanaman, 2. Berasal dari nama-nama
binatang, 3. Berasal dari nama-nama benda tambang, 4. Berasal dari
nama-nama orang, 5. Mengingatkan kita pada suatu keistimewaan
topografis.
Nama kota Brebes
termasuk dalam katagori yang kelima. Dalam bahasa Jawa perkataan Brebes
atau Mrebes berarti "tansah metu banyune" artinya "selalu keluar airnya"
dan nama ini telah lahir, mengingat pada awal mula sejarahnya, keadaan
lahan di kawasan kota Brebes sekarang ini memang selalu
keluar airnya. Adapun kota-kota lain yang juga memiliki nama-nama
semacam itu, artinya yang telah lahir berdasarkan keadaan tanahnya pada
awal mula sejarahnya, bisa kita sebutkan antara lain nama-nama kota
Blora di daerah Jawa Tengah dan Jember di Jawa Timur. Nama Blora telah
muncul oleh keadaan tanah di kawasan kota itu pada mula sejarahnya
memang masih berupa rawa-rawa, sesuai dengan arti perkataan Blora atau
Balora, yang merupakan sebuah perkataan bahasa Jawa kuna yang berarti
rawa, sedang nama kota Jember telah lahir, mengingat pada awal mula
sejarahnya keadaan tanah di kawasan kota memang benar-benar jember atau
njember, sebuah perkataan dalam bahasa Jawa berarti reged ajenes,
artinya kotor dan mengandung air.
Dari sumber yang dapat diketemukan, pada tahun 1640 / 1641, nama Brebes
itu sudah mulai tercantum di dalam penulisan / laporan / daftar harian
yang dibuat oleh VOC. Makin kesini makin banyak uraiannya, meskipun
hanya dalam hal sebagai tujuan atau persinggahan pengiriman
barang-barang penting dan bahan pokok, misalnya alat-alat untuk kompeni
(VOC), bahan pakaian, bahan makanan dan sebagainya.
Nama Brebes itu sendiri pernah ditulis: Barbas, Barbos atau Brebes.
Dari nama dan bagaimanapun juga asal usulnya atau apapun juga makna
nama Brebes itu, kiranya bukanlah masalah bagi penduduk Brebes masa
kini. Yang penting adalah mengambil hikmah dari dalamnya. Suatu
kenyataan Wilayah Kabupaten brebes dianalisa dari
segi lahan/tanah, curah hujan serta iklimnya, mempunyai prospek/masa
depan yang cerah. Segala faktor penghambatannya Insya Allah akan dapat
diatasi oleh generasi penerusnya.